“Saya seorang prajurit. Saya dapat memimpin operasi tempur. Kita harus selalu siap bertempur. Tetapi saya meyakini, jalan terbaik adalah yang tidak menggunakan kekerasan. Jalan terbaik untuk penyelesaian konflik adalah menghindari perang. Saya selalu berpendapat bahwa lawan itu juga seorang pendekar. Lawan itu harus kita hormati. Kita boleh berseberangan, tetapi kita harus selalu berkomunikasi. Kita harus mencari jalan keluar dari setiap pertikaian.”
Sebagai pelajaran dari nenek moyang kita, diajarkan bahwa “menang tanpa ngasorake”. Kemenangan yang terbaik adalah kemenangan tanpa menimbulkan sakit hati, kebencian, atau rasa dendam. Bagaimana cara mencapai itu? Ada lagi ajaran nenek moyang kita, yaitu “iso rumongso, ojo rumongso iso”. Jangan merasa bahwa Anda bisa melakukan segalanya, tetapi Anda harus dapat merasakan dan memahami pihak orang lain, merasakan kesulitan mereka, dan penderitaan mereka seperti Anda merasakan penderitaan dan kesulitan anak buah Anda.
Saya tidak pernah melupakan pengalaman dengan komandan sektor saya di Timor Timur, Letkol Sahala Rajagukguk. Saat itu, beliau memberi saya tugas untuk mencapai suatu koordinat tapi dengan penuh empati dan pengertian terhadap kesulitan kami, ia memberi saya waktu lebih lama untuk menyelesaikan tugas tersebut.
Ketika saya pertama kali dilibatkan dalam operasi pertama saya sebagai Letnan Dua di Timor Timur, saya masuk dalam Nanggala 10 yang dipimpin oleh Mayor Inf. Yunus Yosfiah. Tugas pertama saya adalah sebagai perwira intelijen. Saya memang memiliki minat dalam bidang perang yang kuat dan saya telah mempelajari berbagai teknik perang sejak masa sekolah. Saya belajar tentang perang di Malaya menghadapi pemberontak komunis, perang Vietnam, perang gerilya Spanyol melawan Napoleon, dan pemimpin-pemimpin kita yang ikut serta dalam perang melawan Belanda dan Inggris.
Saya juga banyak belajar dari seorang kapten bernama Hendropriyono yang telah membimbing saya dalam teknik perang gerilya, intelijen, kontra intelijen, dan operasi rahasia. Semua pengetahuan ini saya uji coba saat saya menjadi perwira intelijen di bawah pimpinan Pak Yunus.
Dalam karier saya, pengalaman saya dalam pengoperasian di lapangan, kesalahan-kesalahan yang saya lalui menjadi modal berharga dalam belajar perang. Dari pengalaman-pengalaman itu, saya yakin bahwa tawanan yang berhasil ditangkap tidak boleh disiksa, karena kesaksian mereka bisa memberikan informasi yang berharga untuk operasi kita.
Saya juga sadar bahwa dukungan rakyat sangat vital dalam setiap operasi perang. Tanpa dukungan rakyat, pasukan akan sulit untuk berhasil dalam perang gerilya dan anti gerilya. Oleh karena itu, saya selalu berpendapat bahwa TNI harus merebut hati rakyat, minimal tidak boleh menyakiti hati rakyat.
Saya yakin bahwa setiap lawan juga merupakan seorang pendekar yang harus kita hormati. Saya mempelajari hal ini dari kisah-kisah Mahabarata dan Kisah Salahudin al Ayyubi, di mana keberanian dan pengorbanan lawan harus dihormati. Oleh karena itu, dalam setiap tindakan perang, saya selalu berusaha untuk menghormati lawan.
Dari pengalaman-pengalaman saya, saya memahami bahwa perang gerilya dan anti gerilya tidak akan berhasil tanpa dukungan rakyat. Saya juga memahami bahwa dalam setiap situasi konflik, kita harus berusaha mencari jalan keluar yang tidak melibatkan kekerasan. Saya yakin bahwa kemenangan sejati adalah kemenangan tanpa meninggalkan luka dan kebencian.
Saya punya keyakinan bahwa pendekar sejati adalah yang mampu memperlakukan lawan dengan baik, bahkan dalam situasi perang. Saya memiliki pandangan bahwa prajurit sejati harus memiliki empati terhadap lawan, dan tidak pernah menyakiti hati lawan.