Pada masa lalu, tanah Pasundan atau Jawa Barat memiliki keinginan untuk meraih kedaulatan sendiri sebagai Negara Pasundan. Peristiwa ini terjadi ketika Belanda menetapkan negara federal Republik Indonesia Serikat setelah kemerdekaan pada tanggal 24 April 1948. Negara Pasundan sudah ada sejak tahun 1946 dan didirikan oleh Moesa Soeria Kartalegawa, sebelum kemudian dideklarasikan pada tanggal 4 Mei 1947 di Kota Bandung dengan dukungan Belanda. Wilayah Negara Pasundan pada saat itu meliputi Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Banten, dengan Kota Bandung sebagai Ibukotanya.
Presiden Negara Pasundan, Raden Aria Adipati Wiranatakoesoema, merupakan seorang nasionalis yang akhirnya menjabat sebagai Menteri Dalam Negeri pertama Indonesia di bawah Soekarno. Selama kepemimpinan Wiranatakoesoema, negara ini memiliki beberapa perdana menteri seperti Adil Puradiredja, Djumhana Wiriaatmadja, dan Anwar Tjokroaminoto. Dalam perjalanan sejarahnya, Negara Pasundan mengalami perbedaan antara kubu Federalis yang dipimpin oleh Kartalegawa, dan kubu Republiken yang dipimpin oleh Wiranatakoesoema.
Kubu Federalis, yang dipimpin oleh Kartalegawa, mendirikan Partai Rakyat Pasundan (PRP) dengan dukungan militer Belanda serta beberapa tokoh politik pro-federalisme. Namun, upaya federalis ini tidak berhasil mendapatkan dukungan luas karena reputasi buruk Kartalegawa dan dianggap sebagai langkah yang menentang Republik Indonesia. Sementara itu, kubu Republiken berhasil memanfaatkan pembentukan Negara Pasundan sebagai strategi untuk tetap menjaga wilayah Tatar Pasundan dalam Republik Indonesia.
Negara Pasundan menjalankan pemerintahan melalui beberapa kabinet yang berganti-ganti, mulai dari Kabinet Adil hingga Kabinet Anwar. Namun, tekanan politik yang semakin kuat dari Belanda membuat Negara Pasundan akhirnya bubar pada tanggal 8 Maret 1950 dan kembali menjadi bagian dari Republik Indonesia. Dengan demikian, sejarah perjuangan Negara Pasundan sebagai gerakan separatis di Jawa Barat menjadi bagian dari perjalanan penting dalam sejarah bangsa.