Sosok di balik mesin ketik yang mengetik Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia adalah Sayuti Melik (Mohammad Ibnu Sayuti). Ia lahir pada 22 November 1908 di Sleman, Yogyakarta.
Sejak kecil, Sayuti Melik telah dibimbing oleh ayahnya mengenai nasionalisme, sehingga ia tumbuh sebagai individu yang aktif dalam politik dan berjuang untuk kemerdekaan.
Ayahnya, Partoprawito alias Abdul Mu′in, adalah seorang lurah di Desa Kadilobo Sleman, yang dikenal pemberani dan sering mengkritisi kebijakan pemerintah kolonial Hindia Belanda, mengutip Ensiklopedia Sejarah Indonesia (ESI) Kementeriaan Pendidikan dan Kebudayaan.
Sayuti Melik menempuh pendidikan di Sekolah Ongko Loro untuk tingkat SD, lalu melanjutkan studinya di Yogyakarta. Selanjutnya, ia bersekolah di Sekolah Guru di Solo dengan prinsip “belajar sambil berjuang”.
Dengan keyakinan itu, Sayuti terus berkembang menjadi sosok yang bersemangat dalam belajar dan aktif dalam berbagai kegiatan politik.
Ia rajin menulis dan mengirimkan karyanya ke beberapa surat kabar di Jawa, seperti Bergerak di Solo, Sinar Hindia di Semarang, dan Penggugah di Yogyakarta.
Sayuti Melik dikenal sebagai figur aktif dalam gerakan politik dan jurnalistik. Selama pendudukan Jepang di Indonesia, ia memimpin surat kabar Sinar Baru di Semarang.
Dengan demikian, sejarah mencatat bahwa Sayuti Melik, merupakan salah seorang jurnalis dan pejuang kemerdekaan Indonesia, yang turut memainkan peran penting dalam peristiwa bersejarah kemerdekaan Indonesia.
Ia merupakan salah satu tokoh yang terlibat dalam penyusunan teks proklamasi kemerdekaan di rumah Laksamana Tadashi Maeda di Jalan Imam Bonjol No. 1, Jakarta, yang kini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Pada 16 Agustus 1945, Sayuti Melik dan para pemuda revolusioner lainnya “mengamankan” Sukarno dan Mohammad Hatta ke Rengasdengklok dengan tujuan mendesak dua tokoh itu segera menyatakan kemerdekaan Indonesia.
Soekarno dan Hatta pun setuju, sehingga pada malam para hari yang sama mereka kembali ke Jakarta dan bersama Ahmad Soebardjo merumuskan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Setelah selesai disusun, Soekarno menulisnya dengan tangan, lalu menyerahkannya kepada Sayuti Melik untuk diketik agar tampak lebih rapi dan resmi.
Perlu diketahui, proses pengetikan teks proklamasi oleh Sayuti Melik tidak sekadar mengetik ulang. Ia melakukan beberapa perubahan kecil namun signifikan pada teks asli yang ditulis tangan oleh Soekarno.
Salah satu perubahan penting termasuk mengganti kata “tempoh” menjadi “tempo” dan menambahkan tanda tangan Soekarno dan Hatta sebagai perwakilan bangsa Indonesia.
Dengan perubahan ini, teks proklamasi menjadi lebih jelas dan mudah dipahami oleh rakyat Indonesia pada saat itu.
Teks proklamasi yang telah diketik tersebut kemudian dibacakan oleh Soekarno di hadapan rakyat Indonesia pada 17 Agustus 1945 pukul 10.00 WIB di Jalan Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta.
Pembacaan teks proklamasi ini menandai dimulainya era baru bagi Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Peran Sayuti Melik dalam mengetik teks proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan momen krusial dalam sejarah perjuangan kemerdekaan.
Kontribusinya memastikan dokumen bersejarah ini dapat diakses dan dibaca dengan jelas oleh seluruh rakyat, sehingga pesan kemerdekaan dapat tersebar luas dan dipahami secara menyeluruh.
Sebagai penghargaan atas jasanya, Sayuti Melik kini dikenang sebagai salah satu pahlawan nasional yang berperan penting dalam proses proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Sayuti Melik meninggal dunia di Jakarta pada 27 Februari 1989 dalam usia 80 tahun.
Pewarta: M. Hilal Eka Saputra Harahap
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2024