BUMN sebagai Ujung Tombak Ekonomi

BUMN sebagai Ujung Tombak Ekonomi

Menurut saya, untuk hal-hal yang strategis, pemerintah harus menggunakan BUMN sebagai ujung tombak. BUMN sebagai pelaksana. Banyak negara bisa melakukannya. Singapura bisa. Tiongkok dengan 150.000 BUMN-nya juga bisa. Kita juga harus bisa.

Untuk itu, BUMN-BUMN kita perlu merekrut manajer-manajer, insinyur-insinyur, direksi-direksi yang kapabel.

Tidak mungkin tidak ada orang-orang handal di Indonesia. Apakah kita tidak percaya kepada bangsa kita sendiri? Banyak orang yang tidak diberi kesempatan.

Saya kembali, pengalaman saya di tentara. Ada sebuah adagium, sebuah ajaran klasik, di semua tentara di seluruh dunia. Ajarannya adalah “there are no bad soldiers, only bad commanders”.

Tidak ada prajurit yang jelek, yang ada hanya komandan-komandan yang jelek. Yang ada hanya pemimpin-pemimpin yang jelek. Jika dipimpin dengan baik, saya yakin anak-anak muda, profesional-profesional kita bisa. Saya yakin, dan saya sudah membuktikannya berkali-kali.

Tugas Kita: Jadikan Koperasi
Alat Pemerataan & Motor Swasembada
Koperasi adalah alat pemerataan. Koperasi adalah alat untuk memperkuat yang lemah. Oleh karena itu, peran koperasi dalam ekonomi kita harus kita galakkan lagi.

Namun, ini tidak berarti koperasi kita diperbesar dan swasta kita dilemahkan. Tidak. Paham ekonomi konstitusi adalah, swasta silakan. Maju, swasta, BUMN, koperasi, berlomba-lombalah, maju!

Namun, pihak yang lemah dibantu atau diberdayakan melalui koperasi. Inilah sebetulnya mazhab itu. Jadi, bukan saling bertentangan. Malah kita harus bergerak sejajar.

Jadi, swasta, BUMN, koperasi, bisa menarik ekonomi bangsa ke depan. Masing-masing dengan kekuatannya. Sebetulnya itu yang kita lihat dilaksanakan di Korea, dilaksanakan di Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Tiongkok.

Koperasi di Indonesia pernah menjadi sorotan kekaguman bagi bangsa lain. Mereka belajar dari kita, belajar tentang BIMAS, belajar tentang BULOG, belajar tentang swasembada dari kita.

Jika dipimpin dengan baik, saya percaya, saya optimis koperasi di Indonesia bisa benar-benar besar dan bisa menjadi alat pemerataan.

Benar, akan ada tantangan, dan akan ada kegagalan.

Sebagai contoh, saya ingin bicara tentang produksi dan distribusi pupuk. Pupuk dibuat oleh pabrik pupuk milik negara, milik rakyat? Yang membuat pabrik pupuk itu adalah uang rakyat. Modal kerjanya uang rakyat. Tapi, begitu pupuk dihasilkan, dan didistribusikan, distributornya perusahaan swasta. Pada zaman Pak Harto, zaman Orde Baru, tidak demikian. Distribusi pupuk dilakukan oleh koperasi, koperasi unit desa (KUD).

Karena koperasi dianggap tidak sesuai dengan asas pasar bebas oleh beberapa orang, diganti menjadi swasta. Dengan swasta, PT-PT yang diberikan, akhirnya, ya kita tahu di Indonesia, kan? Nepotisme.

Yang ditunjuk sebagai distributor rata-rata keluarga pejabat. Keluarganya direktur perusahaan, atau keluarganya direktur BUMN, atau keluarganya gubernur, bupati, atau keluarganya pemimpin partai yang berkuasa, atau yang berpengaruh.

Jadi, kita harus kembali ke fundamental, ke asas-asas yang benar. Ini barang rakyat, pabrik rakyat, dibangun dengan uang rakyat, modal kerja dari APBN, uang rakyat, distribusinya juga harus dilakukan oleh rakyat. Melalui koperasi, dan melalui pemerintah jika perlu.

Selain menjadi alat pemerataan, koperasi juga bisa menjadi motor swasembada kita. Namun untuk itu harus ada pengerahan tenaga, pikiran, usaha yang sangat sungguh-sungguh. Kita tidak bisa menganggap ini sebagai pekerjaan biasa. Ini bukan pekerjaan biasa. Kita harus menganggap ini sebagai suatu usaha nasional.

Source link

Exit mobile version